jelaskan pesan yang terkandung pada ayat yang menjelaskan aqidah
Allahtelah menjelaskan pengertian ini dalam ayat-ayat yang tidak sedikit jumlahnya, malah Al-Qur'an telah memberikan kepada kita contoh yang realistis, operasional, nyata, dan benar dalam kisah Bani Israil. Marilah sama-sama kita mendengar suara Al-Qur'an dan memahami makna yang terkandung di dalamnya. Marilah kita baca dan dengarkan ayat
Apapesan yang terkandung dalam surat Al Kafirun ayat 6? 6.Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.” Tidak ada tukar-menukar dengan pengikut agama lain dalam hal peribadahan kepada Tuhan. Wahai orang kafir, untukmu agamamu, yakni kemusyrikan yang kamu yakini, dan untukku agamaku yang telah Allah pilihkan untukku sehingga aku tidak akan berpaling ke agama lain.
3 Hakekat Manusia Menurut Al’Quran Tujuan dan Fungsi Penciptaan Manusia Fungsi dan peran manusia menurut Islam Tanggung Jawab Manusia sebagai Hamba dan Khalifah Allah Konsep Manusia Secara Umum. 4. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:714) manusia diartikan sebagai “ makhluk yang berakal budi ” ( mampu menguasai makhluk yang
1 DEFINISI AL-QUR’AN Al-Qur’annul karim adalah mu'jizat yang abadi, yang diturunkan kepada Rasulullah Saw sebagai Hidayah bagi Manusia dan sebagai penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk hidup serta pembeda antara yang hak dan yang bathil. al-Qur’an diturunkan oleh Allah Swt dalam bahasa arab yang sangat tinggi susunan bahasanya dan
2 Terdapat dalam surat an-Naml ayat ke 89 Allah Swt berfirman: "Barangsiapa yang membawa kebaikan, maka ia memperoleh (balasan) yang lebih baik daripadanya, sedang mereka itu adalah orang-orang yang aman tenteram dari kejutan yang dahsyat pada hari itu". Ayat lain yang berkandungan sama terdapat pada surat al-Qashash ayat 84.
Verheiratete Frau Flirtet Mit Verheiratetem Mann. Segala puji bagi Allah yang telah mengutus rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar. Salawat dan salam semoga tercurah kepada nabi kita Muhammad, para sahabatnya, dan segenap pengikut setia mereka. Amma ba’ al-Fatihah adalah surat yang paling agung di dalam al-Qur’an. Hal itu sebagaimana telah ditegaskan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id bin al-Mu’alla radhiyallahu’anhu sebagaimana disebutkan oleh Imam Bukhari rahimahullah dalam Sahihnya di Kitab Tafsir al-Qur’an hadits no. 4474.Membaca surat al-Fatihah merupakan rukun di dalam sholat. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, “Tidak sah sholat bagi orang yang tidak membaca Fatihatul Kitab/Surat al-Fatihah.” HR. Bukhari dalam Kitab al-Adzan no. 756.Di dalam surat al-Fatihah terkandung banyak pelajaran seputar masalah aqidah dan pokok-pokok agama. Oleh sebab itu kita dapati para ulama memiliki perhatian besar terhadapnya. Hal itu bisa kita lihat dari karya-karya yang mereka susun untuk menguraikan kandungan faidah surat yang agung ini. Berikut ini kami sebutkan beberapa karya ulama seputar al-Fatihah Pertama; Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah memiliki sebuah risalah dengan judul Ba’dhu Fawa’id min Suratil Fatihah’. Di dalamnya beliau menjelaskan secara ringkas kandungan masalah aqidah dan tauhid dari surat al-Fatihah. Risalah ini telah dijelaskan oleh Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah dalam Syarh Ba’dhu Fawa’id min Suratil Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah telah membahas kandungan-kandungan faidah dari surat al-Fatihah dalam pelajaran Ahkam min al-Qur’an al-Karim yang disiarkan dalam program siaran radio di Saudi Arabia dan pelajaran ini pun sudah dibukukan dan diterbitkan surat al-Fatihah – surat al-Baqarah.Ketiga; Syaikh Abdullah bin Ibrahim al-Qar’awi hafizhahullah memiliki sebuah risalah khusus yang membahas kandungan pelajaran aqidah dari surat al-Fatihah. Risalah itu berjudul Tafsir Suratil Fatihah wa yalihi al-Masa’il al-Mustanbathah minhaa’.Keempat; Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Badr hafizhahullah memiliki sebuah kitab ringkas yang membahas berbagai kandungan pelajaran dan faidah dari surat al-Fatihah. Kitab itu berjudul Min Hidayati Suratil Fatihah’.Pelajaran Tentang TauhidMacam-Macam TauhidIlmu Tauhid dalam Surat al-FatihahPelajaran Tentang TauhidDi dalam surat al-Fatihah terkandung pelajaran tauhid. Sebagaimana telah dijelaskan para ulama bahwa tauhid adalah mengesakan Allah dalam hal-hal yang menjadi kekhususan-Nya. Kekhususan Allah itu terbagi tiga; rububiyah, uluhiyah, dan asma’ wa shifat. Surat al-Fatihah telah menyimpan faidah dan pelajaran mengenai ketiga macam tauhid dalam ayat yang berbunyi alhamdulillahi Rabbil alamin’ terkandung tauhid rububiyah. Di dalam ayat yang berbunyi ar-rahmanir rahiim’ dan maaliki yaumid diin’ terkandung tauhid asma’ wa shifat. Di dalam ayat yang berbunyi iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in’ terkandung tauhid uluhiyah atau tauhid ibadah lihat keterangan Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah dalam Syarh Ba’dhu Fawa’id min Suratil Fatihah di dalam Silsilah Syarh Rasa’il, hal. 181.Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Di dalam firman-Nya yang artinya, Rabb seru sekalian alam’ terkandung penetapan rububiyah Allah azza wa jalla. Rabb itu adalah Dzat yang menciptakan, menguasai dan mengatur. Maka tidak ada pencipta selain Allah, tidak ada penguasa kecuali Allah, dan tidak ada pengatur selain Allah azza wa jalla.” lihat Ahkam minal Qur’anil Karim, hal. 12.Bahkan, di dalam ayat yang artinya, “Segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam” telah terkandung ketiga macam tauhid itu. Di dalam kalimat alhamdulillah’ terkandung tauhid uluhiyah. Hal itu disebabkan karena penyandaran pujian oleh hamba kepada Allah adalah termasuk ibadah dan sanjungan kepada-Nya. Adapun tauhid rububiyah maka itu dapat dipetik dari kandungan ungkapan rabbil alamin’ bahwa Allah adalah pencipta dan penguasa alam semesta. Adapun tauhid asma’ wa shifat telah terkandung di dalam ayat ini karena di dalamnya disebutkan dua buah nama Allah yaitu Allah’ dan ar-Rabb’ lihat penjelasan Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad hafizhahullah dalam Min Kunuzil Qur’anil Karim dalam Kutub wa Rasa’il Abdil Muhsin, 1/150.Di dalam kalimat alhamdulillah’ juga terkandung tauhid uluhiyah dari sisi makna kata lillah’. Karena kata Allah’ dalam bahasa arab memiliki makna al-ma’luh al-ma’bud; yaitu Dzat yang disembah dan diibadahi lihat keterangan Syaikh Abdurrazzaq al-Badr hafizhahullah dalam al-Mukhtashar al-Mufid fi Bayani Dala’ili Aqsamit Tauhid, hal. 15.Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad hafizhahullah berkata, “Dan firman-Nya yang artinya, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang’ di dalamnya terkandung tauhid asma’ wa shifat. ar-Rahman dan ar-Rahim adalah dua buah nama diantara nama-nama Allah. Kedua nama ini menunjukkan salah satu sifat yang dimiliki Allah yaitu rahmat/kasih sayang.” lihat keterangan Syaikh ini dalam Syarh Hadits Jibril fi Ta’limid Diin dalam Kutub wa Rasa’il Abdil Muhsin, 3/29.Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Di dalam kalimat iyyaka na’budu’ terkandung tauhid uluhiyah yaitu mengesakan Allah dengan perbuatan-perbuatan hamba yang disyari’atkan oleh Allah untuk mereka, karena uluhiyah bermakna ibadah. Dan ibadah itu adalah bagian dari perbuatan hamba. Adapun wa iyyaka nasta’in’ mengandung tauhid rububiyah. Karena pertolongan adalah salah satu perbuatan Rabb Yang Maha Suci. Dan tauhid rububiyah itu adalah mengesakan Allah dalam hal perbuatan-perbuatan-Nya.” lihat Silsilah Syarh Rasa’il, hal. 195.Ketika mengomentari kalimat Iyyaka na’bdu wa iyyaka nasta’in, Qatadah rahimahullah berkata, “Allah memerintahkan kalian untuk mengikhlaskan ibadah kepada-Nya dan supaya kalian meminta pertolongan kepada-Nya dalam segala urusan kalian.” Ayat ini bermakna “Kami tidak beribadah kecuali kepada-Mu, dan kami tidak bertawakal kecuali kepada-Mu.” lihat Tafsir Surah al-Fatihah, hal. 19, Tafsir al-Qur’an al-Azhim [1/34]. Ayat ini menunjukkan bahwa orang yang bertawakal kepada makhluk telah berbuat syirik lihat Tafsir Surah al-Fatihah, hal. 31.Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Bertawakal kepada sesuatu artinya bersandar kepadanya. Adapun bertawakal kepada Allah maksudnya adalah menyandarkan diri kepada Allah ta’ala dalam rangka mencukupi dan memenuhi keinginannya, baik ketika mencari kemanfaatan ataupun ketika menolak kemadharatan. Ia merupakan bagian kesempurnaan iman dan tanda keberadaannya.” lihat Syarh Tsalatsat al-Ushul, hal. 38.Syaikh al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Tawakal adalah separuh agama. Oleh sebab itu kita biasa mengucapkan dalam sholat kita Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan. Kita memohon kepada Allah pertolongan dengan menyandarkan hati kepada-Nya bahwasanya Dia akan membantu kita dalam beribadah kepada-Nya. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Sembahlah Dia dan bertawakallah kepada-Nya.” Hud 123. Allah ta’ala juga berfirman yang artinya, “Kepada-Nya lah aku bertawakal dan kepada-Nya aku akan kembali.” Hud 88. Tidak mungkin merealisasikan ibadah tanpa tawakal. Apabila seorang insan diserahkan kepada dirinya sendiri itu artinya dia disandarkan kepada kelemahan dan ketidakmampuan, sehingga dia tidak akan sanggup untuk beribadah dengan baik.” lihat al-Qaul al-Mufid ala Kitab at-Tauhid [2/28].Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Tawakal kepada Allah adalah sebuah kewajiban yang harus diikhlaskan dimurnikan untuk Allah semata. Ia merupakan jenis ibadah yang paling komprehensif, maqam/kedudukan tauhid yang tertinggi, teragung, dan termulia. Karena dari tawakal itulah tumbuh berbagai amal salih. Apabila seorang hamba bersandar kepada Allah semata dalam semua urusan agama maupun dunianya, tidak kepada selain-Nya, niscaya keikhlasan dan interaksinya dengan Allah menjadi benar.” lihat al-Irsyad ila Shahih al-I’tiqad, hal. 91.Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata, “Tawakal kepada Allah adalah salah satu kewajiban tauhid dan iman yang terbesar. Sesuai dengan kekuatan tawakal maka sekuat itulah keimanan seorang hamba dan bertambah sempurna tauhidnya. Setiap hamba sangat membutuhkan tawakal kepada Allah dan memohon pertolongan kepada-Nya dalam segala hal yang ingin dia lakukan atau dia tinggalkan, baik dalam urusan agama maupun dalam urusan dunia.” lihat al-Qaul as-Sadid ala Maqashid at-Tauhid, hal. 101.Kesimpulan dari keterangan para ulama di atas adalah bahwa surat al-Fatihah mengajarkan kepada kita untuk mengesakan Allah dalam hal rububiyah, uluhiyah, dan asma’ wa shifat-Nya. Artinya kita wajib meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya pencipta, penguasa, dan pengatur alam semesta ini. Kita juga wajib meyakini bahwa hanya Allah sesembahan yang benar, sedangkan semua sesembahan selain-Nya adalah batil. Kita pun harus meyakini nama-nama dan sifat-sifat Allah sebagaimana telah disebutkan dalam al-Qur’an maupun as-Sunnah. Dan diantara ketiga macam tauhid ini maka yang paling pokok dan paling penting adalah tauhid uluhiyah. Tauhid uluhiyah inilah yang menjadi misi utama dakwah para rasul alaihimus TauhidIman kepada Allah mencakup iman terhadap wujud Allah, iman terhadap rububiyah-Nya, uluhiyah-Nya, dan asma’ wa shifat-Nya. Oleh sebab itu wajib mentauhidkan Allah dalam hal rububiyah, uluhiyah, dan asma’ wa shifat lihat keterangan Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad hafizhahullah dalam Kutub wa Rasa’il Abdil Muhsin, 3/28.Mentauhidkan Allah dalam hal rububiyah maksudnya adalah meyakini bahwa Allah itu esa dalam hal perbuatan-perbuatan-Nya seperti mencipta, memberikan rizki, menghidupkan, mematikan, dan mengatur segala urusan di alam semesta ini. Tidak ada sekutu bagi Allah dalam perkara-perkara ini lihat Kutub wa Rasa’il Abdil Muhsin, 3/28.Mentauhidkan Allah dalam hal uluhiyah maksudnya adalah mengesakan Allah dengan perbuatan-perbuatan hamba seperti dalam berdoa, merasa takut, berharap, tawakal, isti’anah, isti’adzah, istighotsah, menyembelih, bernazar, dsb. Oleh sebab itu ibadah-ibadah itu tidak boleh dipalingkan kepada selain-Nya siapa pun ia; apakah dia malaikat ataupun nabi terlebih-lebih lagi selain mereka lihat Kutub wa Rasa’il Abdil Muhsin, 3/28Mentauhidkan Allah dalam hal asma’ wa shifat maksudnya adalah menetapkan segala nama dan sifat Allah yang telah ditetapkan oleh Allah sendiri atau oleh rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam sesuai dengan kesempurnaan dan kemuliaan-Nya tanpa melakukan takyif/membagaimanakan dan tanpa tamtsil/menyerupakan, tanpa tahrif/menyelewengkan, tanpa ta’wil/menyimpangkan, dan tanpa ta’thil/menolak serta menyucikan Allah dari segala hal yang tidak layak bagi-Nya lihat Kutub wa Rasa’il Abdil Muhsin, 3/28.Pembagian tauhid ini bisa diketahui dari hasil penelitian dan pengkajian secara komprehensif terhadap dalil-dalil al-Kitab dan as-Sunnah lihat Kutub wa Rasa’il Abdil Muhsin, 3/28. Pembagian tauhid menjadi tiga semacam ini adalah perkara yang menjadi ketetapan dalam madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Maka barangsiapa menambahkan menjadi empat atau lima macam itu merupakan tambahan dari dirinya sendiri. Karena para ulama membagi tauhid menjadi tiga berdasarkan kesimpulan dari al-Kitab dan as-Sunnah lihat keterangan Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah dalam at-Ta’liqat al-Mukhtasharah alal Aqidah ath-Thahawiyah, hal. 28.Semua ayat yang membicarakan tentang perbuatan-perbuatan Allah maka itu adalah tercakup dalam tauhid rububiyah. Dan semua ayat yang membicarakan tentang ibadah, perintah untuk beribadah dan ajakan kepadanya maka itu mengandung tauhid uluhiyah. Dan semua ayat yang membicarakan tentang nama-nama dan sifat-sifat-Nya maka itu mengandung tauhid asma’ wa shifat lihat at-Ta’liqat al-Mukhtasharah alal Aqidah ath-Thahawiyah, hal. 29.Kaitan antara ketiga macam tauhid ini adalah; bahwa tauhid rububiyah dan tauhid asma’ wa shifat mengkonsekuensikan tauhid uluhiyah. Adapun tauhid uluhiyah mengandung keduanya. Artinya barangsiapa yang mengakui keesaan Allah dalam hal uluhiyah maka secara otomatis dia pun mengakui keesaan Allah dalam hal rububiyah dan asma’ wa shifat. Orang yang meyakini bahwa Allah lah sesembahan yang benar -sehingga dia pun menujukan ibadah hanya kepada-Nya- maka dia tentu tidak akan mengingkari bahwa Allah lah Dzat yang menciptakan dan memberikan rizki, yang menghidupkan dan mematikan, dan bahwasanya Allah memiliki nama-nama yang terindah dan sifat-sifat yang mulia lihat Kutub wa Rasa’il Abdil Muhsin, 3/30.Adapun orang yang mengakui tauhid rububiyah dan tauhid asma’ wa shifat maka wajib baginya untuk mentauhidkan Allah dalam hal ibadah tauhid uluhiyah. Orang-orang kafir yang didakwahi oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah mengakui tauhid rububiyah akan tetapi pengakuan ini belum bisa memasukkan ke dalam Islam. Bahkan Nabi shallallahu alaihi wa sallam memerangi mereka supaya mereka beribadah kepada Allah semata dan meninggalkan sesembahan selain-Nya. Oleh sebab itu di dalam al-Qur’an seringkali disebutkan penetapan tauhid rububiyah sebagaimana yang telah diakui oleh orang-orang kafir dalam rangka mewajibkan mereka untuk mentauhidkan Allah dalam hal ibadah lihat Kutub wa Rasa’il Abdil Muhsin, 3/30-31.Diantara ketiga macam tauhid di atas, maka yang paling dituntut adalah tauhid uluhiyah. Sebab itulah perkara yang menjadi muatan pokok dakwah para rasul dan sebab utama diturunkannya kitab-kitab dan karena itu pula ditegakkan jihad fi sabilillah supaya hanya Allah yang disembah dan segala sesembahan selain-Nya ditinggalkan lihat keterangan Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah dalam at-Ta’liqat al-Mukhtasharah alal Aqidah ath-Thahawiyah, hal. 29.Seandainya tauhid rububiyah itu sudah cukup niscaya Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak perlu memerangi orang-orang kafir di masa itu. Bahkan itu juga berarti tidak ada kebutuhan untuk diutusnya para rasul. Maka ini menunjukkan bahwa sesungguhnya yang paling dituntut dan paling pokok adalah tauhid uluhiyah. Adapun tauhid rububiyah maka itu adalah dalil atau landasan untuknya lihat at-Ta’liqat al-Mukhtasharah alal Aqidah ath-Thahawiyah, hal. 30.Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengajak kaum musyrikin arab kala itu untuk mengucapkan kalimat laa ilaha illallah maka mereka pun tidak mau. Karena mereka mengetahui bahwa maknanya adalah harus meninggalkan segala sesembahan selain berfirman yang artinya, “Mereka berkata Apakah dia -Muhammad- hendak menjadikan sesembahan yang banyak ini menjadi satu sesembahan saja, sesungguhnya ini adalah suatu hal yang sangat mengherankan’.” Shaad 5Allah juga berfirman yang artinya, “Sesungguhnya mereka itu ketika dikatakan kepada mereka laa ilaha illallah maka mereka menyombongkan diri. Dan mereka mengatakan, Apakah kami harus meninggalkan sesembahan-sesembahan kami karena seorang penyair gila’.” ash-Shaffat 35-36Hal ini menunjukkan bahwa mereka -kaum musyrikin di masa itu- tidak menghendaki tauhid uluhiyah. Akan tetapi mereka menginginkan bahwa sesembahan itu banyak/berbilang sehingga setiap orang bisa menyembah apa pun yang dia kehendaki. Oleh sebab itu perkara semacam ini harus diketahui, karena sesungguhnya semua penyeru aliran sesat yang lama maupun yang baru senantiasa memfokuskan dalam hal tauhid rububiyah. Sehingga apabila seorang hamba sudah meyakini bahwa Allah sebagai pencipta dan pemberi rizki menurut mereka inilah seorang muslim. Dengan pemahaman itulah mereka menulis aqidah mereka. Semua aqidah yang ditulis oleh kaum Mutakallimin tidak keluar dari perealisasian tauhid rububiyah dan dalil atasnya. Padahal keyakinan semacam ini tidaklah cukup, sebab harus disertai dengan tauhid uluhiyah lihat at-Ta’liqat al-Mukhtasharah alal Aqidah ath-Thahawiyah, hal. 31.Allah berfirman yang artinya, “Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang menyerukan; Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” an-Nahl 36.Allah berfirman yang artinya, “Dan tidaklah Kami mengutus sebelummu seorang rasul pun melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada ilah/sesembahan yang benar selain Aku, maka sembahlah Aku saja.” al-Anbiyaa’ 25.Allah berfirman yang artinya, “Sembahlah Allah, dan janganlah kalian mempersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun.” an-Nisaa’ 36.Ilmu Tauhid dalam Surat al-FatihahSurat al-Fatihah mengandung pelajaran yang sangat berharga dalam ilmu tauhid. Di dalamnya Allah berfirman yang artinya, “Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan.” al-Fatihah.Makna ayat itu adalah kami mengkhususkan kepada-Mu semata ya Allah dalam beribadah dan kami mengesakan-Mu semata dalam hal meminta pertolongan’. Oleh sebab itu kita tidak beribadah kecuali kepada Allah dan kita tidak meminta pertolongan kecuali kepada-Nya. Ini merupakan tauhid kepada Allah dalam hal ibadah lihat keterangan Syaikh Abdurrazzaq al-Badr hafizhahullah dalam Min Hidayati Suratil Fatihah, hal. 14.Kalimat iyyaka na’budu’ merupakan perealisasian dari kalimat tauhid laa ilaha illallah, sedangkan kalimat iyyaka nasta’in’ mengandung perealisasian dari kalimat laa haula wa laa quwwata illa billah. Karena laa ilaha illallah mengandung pengesaan Allah dalam hal ibadah, dan laa haula wa laa quwwata illa billah mengandung pengesaan Allah dalam hal isti’anah/meminta pertolongan lihat Min Hidayati Suratil Fatihah, hal. 15.Di dalam iyyaka na’budu’ terkandung pemurnian ibadah untuk Allah semata. Sehingga di dalamnya pun terkandung bantahan bagi orang-orang musyrik yang beribadah kepada selain Allah di samping ibadah mereka kepada Allah lihat keterangan Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah dalam Silsilah Syarh Rasa’il, hal. 183.Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah berkata, “.. Beribadah kepada Allah dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya, inilah makna tauhid. Adapun beribadah kepada Allah tanpa meninggalkan ibadah kepada selain-Nya, ini bukanlah tauhid. Orang-orang musyrik beribadah kepada Allah, akan tetapi mereka juga beribadah kepada selain-Nya sehingga dengan sebab itulah mereka tergolong sebagai orang musyrik. Maka bukanlah yang terpenting itu adalah seorang beribadah kepada Allah, itu saja. Akan tetapi yang terpenting ialah beribadah kepada Allah dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya. Kalau tidak seperti itu maka dia tidak dikatakan sebagai hamba yang beribadah kepada Allah. Bahkan ia juga tidak menjadi seorang muwahhid/ahli tauhid. Orang yang melakukan sholat, puasa, dan haji tetapi dia tidak meninggalkan ibadah kepada selain Allah maka dia bukanlah muslim…” lihat I’anatul Mustafid, Jilid 1 hal. 38-39.Ibadah hanya diterima oleh Allah apabila dilandasi dengan tauhid. Allah berfirman yang artinya, “Barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dalam beribadah kepada Rabbnya.” al-Kahfi 110. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Simpul pokok ajaran agama ada dua kita tidak beribadah kecuali hanya kepada Allah, dan kita beribadah kepada-Nya hanya dengan syari’at-Nya, kita tidak beribadah kepada-Nya dengan bid’ah-bid’ah. Hal itu sebagaimana firman Allah ta’ala yang artinya, “Barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan sesuatupun dalam beribadah kepada Rabbnya.” al-Kahfi 110.” lihat Da’a’im Minhaj Nubuwwah, hal. 87.Allah berfirman yang artinya, “Dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan agama untuk-Nya dengan hanif…” al-Bayyinah 5.Ibadah yang murni untuk Allah inilah yang dimaksud dalam firman-Nya yang artinya, “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” adz-Dzariyat 56. Para ulama menafsirkan bahwa makna supaya mereka beribadah kepada-Ku’ adalah supaya mereka mentauhidkan-Ku dalam beribadah’ lihat keterangan Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah dalam Silsilah Syarh Rasa’il, hal. 329.Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah mengatakan, “Makna supaya mereka beribadah kepada-Ku’ adalah agar mereka mengesakan Aku Allah, pent dalam beribadah. Atau dengan ungkapan lain supaya mereka beribadah kepada-Ku’ maksudnya adalah agar mereka mentauhidkan Aku; karena tauhid dan ibadah itu adalah satu tidak bisa dipisahkan, pent.” lihat I’anat al-Mustafid [1/33].Imam al-Baghawi rahimahullah menukil ucapan Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma, beliau berkata, “Setiap istilah ibadah yang disebutkan di dalam al-Qur’an maka maknanya adalah tauhid.” lihat Ma’alim at-Tanzil, hal. 20.Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata, “Apabila anda telah mengetahui bahwasanya Allah menciptakan anda untuk beribadah kepada-Nya, maka ketahuilah bahwasanya ibadah tidaklah disebut sebagai ibadah kecuali apabila bersama dengan tauhid. Sebagaimana halnya sholat tidak disebut sholat kecuali apabila bersama dengan thaharah/bersuci. Apabila syirik memasuki ibadah maka ia menjadi batal seperti halnya hadats yang menimpa pada thaharah.” lihat matan al-Qawa’id al-Arba’ dalam Silsilah Syarh Rasa’il, hal. 331.Syaikh Shalih bin Abdul Aziz alu Syaikh hafizhahullah berkata, “… Sesungguhnya ibadah tidaklah diterima tanpa tauhid. Hal itu diserupakan dengan thaharah/bersuci untuk mengerjakan sholat. Karena tauhid merupakan syarat diterimanya ibadah; yaitu ibadah harus ikhlas. Adapun thaharah adalah syarat sah sholat. Maka sebagaimana halnya tidak sah sholat tanpa thaharah/bersuci, maka demikian pula tidaklah sah ibadah siapa pun kecuali apabila dia termasuk orang yang bertauhid…” lihat Syarh al-Qawa’id al-Arba’ oleh Syaikh Shalih alu Syaikh, hal. 8.Syaikh Abdurrahman bin Nashir al-Barrak hafizhahullah berkata, “Apabila telah dimaklumi bahwasanya sholat yang tercampuri dengan hadats maka hal itu membatalkannya, demikian pula halnya ibadah yang tercampuri syirik maka itu juga akan merusaknya. Seperti halnya hadats yang mencampuri thaharah maka hal itu membatalkannya. Akan tetapi apabila syirik yang dilakukan itu termasuk syirik akbar maka ia membatalkan semua ibadah. Sebagaimana firman Allah ta’ala yang artinya, “Sungguh jika kamu berbuat syirik pasti akan lenyap seluruh amalmu.” az-Zumar 65. Dan juga firman-Nya yang artinya, “Seandainya mereka berbuat syirik niscaya lenyap seluruh amal yang pernah mereka kerjakan.” al-An’am 88. Adapun apabila ia tergolong syirik ashghar maka akibatnya adalah menghapuskan amal yang tercampuri dengan riya’ saja dan tidaklah menghapuskan amal-amal yang lain yang dikerjakan dengan ikhlas karena Allah.” lihat Syarh al-Qawa’id al-Arba’ oleh Syaikh al-Barrak, hal. 11.Syaikh Zaid bin Hadi al-Madkhali rahimahullah berkata, “Setiap amal yang dipersembahkan oleh orang tanpa dibarengi tauhid atau pelakunya terjerumus dalam syirik maka hal itu tidak ada harganya dan tidak memiliki nilai sama sekali untuk selamanya. Karena ibadah tidaklah disebut sebagai ibadah [yang benar] tanpa tauhid. Apabila tidak disertai tauhid, maka bagaimanapun seorang berusaha keras dalam melakukan sesuatu yang tampilannya adalah ibadah seperti bersedekah, memberikan pinjaman, dermawan, suka membantu, berbuat baik kepada orang dan lain sebagainya, padahal dia telah kehilangan tauhid dalam dirinya, maka orang semacam ini termasuk dalam kandungan firman Allah azza wa jalla yang artinya, “Kami teliti segala sesuatu yang telah mereka amalkan -di dunia- kemudian Kami jadikan ia laksana debu yang beterbangan.” al-Furqan 23.” lihat Abraz al-Fawa’id min al-Arba’ al-Qawa’id, hal. 11.Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata, “Maka apabila seorang mukmin mengetahui bahwasanya tauhid apabila tercampuri dengan syirik maka hal itu akan merusaknya. Sebagaimana hadats merusak thaharah. Maka dia pun mengerti bahwa dirinya harus mengenali hakikat tauhid dan hakikat syirik supaya dia tidak terjerumus dalam syirik. Karena syirik itulah yang akan menghapuskan tauhid dan agamanya. Karena tauhid inilah agama Allah dan hakikat ajaran Islam. Tauhid inilah petunjuk yang sebenarnya. Apabila dia melakukan salah satu bentuk kesyirikan itu maka Islamnya menjadi batal dan agamanya lenyap…” lihat Syarh al-Qawa’id al-Arba’ oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, hal. 11.Syaikh Abdullah bin Ibrahim al-Qar’awi rahimahullah berkata, “Syirik adalah menyamakan atau mensejajarkan selain Allah dengan Allah dalam hal-hal yang termasuk dalam kekhususan Allah, atau beribadah/berdoa kepada selain Allah disamping beribadah kepada Allah.” lihat Syarh Tsalatsah al-Ushul oleh Syaikh Abdullah al-Qar’awi, hal. 20.Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Lawan dari tauhid adalah syirik kepada Allah azza wa jalla. Maka tauhid itu adalah mengesakan Allah dalam beribadah. Adapun syirik adalah memalingkan salah satu bentuk ibadah kepada selain Allah azza wa jalla, seperti menyembelih, bernadzar, berdoa, istighatsah, dan jenis-jenis ibadah yang lainnya. Inilah yang disebut dengan syirik. Syirik yang dimaksud di sini adalah syirik dalam hal uluhiyah, adapun syirik dalam hal rububiyah maka secara umum hal ini tidak ada/tidak terjadi.” lihat Syarh Ushul Sittah, hal. 11.Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Bukanlah makna tauhid sebagaimana apa yang dikatakan oleh orang-orang jahil/bodoh dan orang-orang sesat yang mengatakan bahwa tauhid adalah dengan anda mengakui bahwa Allah lah sang pencipta dan pemberi rizki, yang menghidupkan dan mematikan, dan yang mengatur segala urusan. Ini tidak cukup. Orang-orang musyrik dahulu telah mengakui perkara-perkara ini namun hal itu belum bisa memasukkan mereka ke dalam Islam…” lihat at-Tauhid, Ya Ibadallah, hal. 22.Syaikh Zaid bin Hadi al-Madkhali rahimahullah berkata, “Patut dimengerti, sesungguhnya tidak ada seorang pun yang meninggalkan ibadah kepada Allah melainkan dia pasti memiliki kecondongan beribadah/menghamba kepada selain Allah. Mungkin orang itu tidak tampak memuja patung atau berhala. Tidak tampak memuja matahari dan bulan. Akan tetapi, dia menyembah hawa nafsu yang menjajah hatinya sehingga memalingkan dirinya dari beribadah kepada Allah.” lihat Thariq al-Wushul ila Idhah ats-Tsalatsah al-Ushul, hal. 147.Syaikh Abdullah bin Shalih al-Ubailan hafizhahullah mengatakan, “Ketahuilah, bahwa tauhid dan mengikuti hawa nafsu adalah dua hal yang bertentangan. Hawa nafsu itu adalah berhala’, dan setiap hamba memiliki berhala’ di dalam hatinya sesuai dengan kadar hawa nafsunya. Sesungguhnya Allah mengutus para rasul-Nya dalam rangka menghancurkan berhala dan supaya -manusia- beribadah kepada Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya. Bukanlah maksud Allah subhanahu adalah hancurnya berhala secara fisik sementara berhala’ di dalam hati dibiarkan. Akan tetapi yang dimaksud ialah menghancurkannya mulai dari dalam hati, bahkan inilah yang paling pertama tercakup.” lihat al-Ishbah fi Bayani Manhajis Salaf fit Tarbiyah wal Ishlah, hal. 41.Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Ikhlas adalah hakikat agama Islam. Karena islam itu adalah kepasrahan kepada Allah, bukan kepada selain-Nya. Maka barangsiapa yang tidak pasrah kepada Allah sesungguhnya dia telah bersikap sombong. Dan barangsiapa yang pasrah kepada Allah dan kepada selain-Nya maka dia telah berbuat syirik. Dan kedua-duanya, yaitu sombong dan syirik bertentangan dengan islam. Oleh sebab itulah pokok ajaran islam adalah syahadat laa ilaha illallah; dan ia mengandung ibadah kepada Allah semata dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya. Itulah keislaman yang bersifat umum yang tidaklah menerima dari kaum yang pertama maupun kaum yang terakhir suatu agama selain agama itu. Sebagaimana firman Allah ta’ala yang artinya, “Barangsiapa yang mencari selain Islam sebagai agama maka tidak akan diterima darinya, dan di akhirat dia pasti akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.” Ali Imran 85. Ini semua menegaskan kepada kita bahwasanya yang menjadi pokok agama sebenarnya adalah perkara-perkara batin yang berupa ilmu dan amalan hati, dan bahwasanya amal-amal lahiriyah tidak akan bermanfaat tanpanya.” lihat Mawa’izh Syaikhil Islam Ibni Taimiyah, hal. 30.[bersambung]***Penulis Ari Wahyudi,
Terdapat sebuah kaidah yang berharga dalam ilmu tafsirالمحترزات في القرأن تقع في كل المواضع في اشد الحاجة إليها“muhtarazat yang terdapat dalam Al Qur’an itu terletak pada tempat-tempat yang memang penjelasannya sangat-sangat dibutuhkan”Yang dimaksud muhtarazat di sini adalah penjelasan yang dapat menghilangkan kesalah-pahaman yang muncul dalam benak ketika membaca suatu ayat. Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah menjelaskan “ini adalah kaidah yang sangat besar manfaatnya dan sangat agung. Yaitu, setiap pembahasan dalam Al Qur’an yang Allah paparkan, baik berupa hukum maupun kabar, lalu yang timbul dalam benak pembacanya adalah sesuatu hal yang lain, pasti di sana Allah telah memberikan penjelasan yang digandengkan dengan pemaparan tersebut sehingga jelaslah perkaranya sejelas-jelasnya. Inilah bentuk pengajaran yang tidak meninggalkan isykal sedikitpun. Dan tidak meninggalkan kemungkinan-kemungkinan yang salah sedikitpun. Ini menunjukkan betapa luasnya ilmu Allah dan betapa luasnya hikmah-Nya” Al Qawa’idul Al Hisan Al Muta’alliqah bi Tafsirin Qur’an, 73.Jadi, ketika ada ayat yang berpotensi dipahami secara salah oleh pembacanya, atau pembaca memiliki prasangka yang salah, akan ditemukan penjelasan yang sangat jelas dalam ayat lain yang digandengan dengan ayat tersebut sehingga maknanya dipahami dengan pas dan beliah rahimahullah membawakan beberapa contohContoh pertama, Allah Ta’ala berfirmanإِنَّمَا أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ رَبَّ هَٰذِهِ الْبَلْدَةِ الَّذِي حَرَّمَهَا“Aku hanya diperintahkan untuk menyembah Tuhan negeri ini Mekah Yang telah menjadikannya suci” QS. An Naml 91.Terkadang dalam benak pembaca akan memahami dari ayat ini bahwa Allah adalah Tuhannya orang Mekah saja, maka setelahnya terdapat muhtaraz, penjelasan yang menghilangkan sangkaan tersebut,وَلَهُ كُلُّ شَيْءٍ“dan kepunyaan Allah lah segala sesuatu” QS. An Naml 91Contoh kedua, Allah Ta’ala berfirmanلَّا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ“Tidaklah sama antara mukmin yang duduk yang tidak ikut berperang” QS. An Nisa 95Terkadang pembaca berprasangkan bahwa semua orang yang enggan berjihad maka ia bukan mukmin, walaupun orang tersebut memiliki udzur-udzur yang menggugurkan hukum wajib baginya untuk berjihad. Maka Allah menghilangkan sangkaan ini pada ayat selanjutnyaغَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ“kecuali orang memiliki udzur” QS. An Nisa 95Contoh ketiga, Allah Ta’ala berfirman لَا يَسْتَوِي مِنكُم مَّنْ أَنفَقَ مِن قَبْلِ الْفَتْحِ وَقَاتَلَ ۚ أُولَٰئِكَ أَعْظَمُ دَرَجَةً مِّنَ الَّذِينَ أَنفَقُوا مِن بَعْدُ وَقَاتَلُوا“Tidak sama di antara kamu orang yang menafkahkan hartanya dan berperang sebelum penaklukan Mekah. Mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan hartanya dan berperang sesudah itu” QS. Al Hadid 10Bisa jadi ada yang menyangka bahwa para sahabat yang berinfaq setelah Fathul Makkah tidak memiliki keutamaan sama sekali dan tidak mengangkat derajat mereka. Allah mencegah prasangka demikian dengan berfirmanوَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَىٰ“dan bagi kedua golongan tersebut Allah janjikan bagi mereka kebaikan” QS. Al Hadid 10.Dan bisa jadi juga pembaca menyangka bahwa keutamaan yang didapatkan orang-orang yang berinfaq sebelum Fathul Makkah itu didapatkan semata-mata karena amal mereka atau karena harta yang mereka miliki tanpa melihat keikhlasan dan keimanan serta kecintaan mereka kepada Allah yang mendasari perbuatan tersebut. Maka Allah pun menutup ayat ini dengan berfirmanوَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ“Dan Allah Maha Mengetahui perkara batin dari yang kalian amalkan” QS. Al Hadid 10.Para ulama mengatakan, sifat Al Alim dan Al Khabir terkadang maknanya sama, yaitu bahwa ilmu Allah itu sangat luas, dalam dan mencakup segala sesuatu. Namun terkadang juga berbeda, Al Alim terkait perkara zhahir sedangkan Al Khabir terkait perkara keempat, Allah Ta’ala berfirmanإِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya” QS. Al Qashash 56.Terkadang bisa dipahami dari ayat ini bahwa hidayat Allah itu datang begitu saja secara seketika tanpa sebab. Maka Allah pun menyangkal pemahaman demikian dengan firman-Nyaوَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ“dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang menerima petunjuk” QS. Al Qashash 56.Hidayah akan didapatkan oleh orang-orang yang mengambil sebab-sebab untuk mendapatkan hidayah. Syaikh As Sa’di mengatakan “maksudnya, Allah lebih mengetahui siapa orang yang mau menerima hidayahnya karena kesucian hatinya dan kebaikan yang ada pada dirinya. Dan Allah juga lebih mengetahui orang yang tidak demikian” Al Qawa’idul Hisan, 75.Demikian beberapa contoh dari kaidah ini. Ini semua menunjukkan betapa tingginya metode pengajaran yang ada dalam Al Qur’an dan betapa mendalam hikmah yang terkandung di bermanfaat, wabillahi at taufiq was sadaad.***Sumber rujukan Al Qawa’idul Al Hisan Al Muta’alliqah bi Tafsirin Qur’an, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, Dar Ibnul JauziPenulis Yulian PurnamaArtikel
Pengertian aqidah – Arti aqidah penting bagi umat Islam. Pasalnya, aqidah juga bisa diartikan sebagai iman. Pemahaman seseorang tentang Aqidah merupakan dasar atau landasan dalam menjalankan ajaran Islam. Berdasarkan keterangan dari Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, pengertian aqidah atau yang terserap ke dalam aqidah adalah basic belief atau keyakinan dasar. Menurut ajaran Islam, pemahaman Aqidah seseorang harus bersumber dari Al-Quran dan hadits. Aqidah itu sendiri ternyata memiliki beberapa macam yang di mana setiap macamnya perlu diketahui agar bisa menjalani kehidupan yang lebih baik lagi. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang aqidah, maka kamu bisa simak artikel ini sampai selesai, Grameds. Berikut ini adalah informasi tentang macam-macam aqidah, cara memeliharanya, keistimewaan dan tujuannya yang dapat Anda pahami. Pengertian AqidahApa Sumber Aqidah Islam?Ruang Lingkup Aqidah1. Ilahiyat2. Nubuwwat3. Ruhaniyat4. Sam’iyyatTujuan Mempelajari Aqidah1. Meningkatkan Ibadah Kepada Allah Swt2. Menenangkan Jiwa3. Meningkatkan Amal Baik 4. Menegakkan Agama Keistimewaan Aqidah 1. Sumber Gambar Murni2. Aqidah Tentang Hal-Hal Ghaib3. Jelas, Mudah, Dan Terang4. Bebas Dari Paradoks, Ketidakjelasan Dan KebingunganContoh Aqidah IslamPenyimpangan Aqidah1. Ketidaktahuan Akan Aqidah Shahihah2. Ghuluw Berlebihan3. Ghaflah Lalai4. Keengganan Media Pendidikan Dan Media Informasi Dalam Menjalankan Tugasnya Macam-Macam Aqidah1. Aqidah Uluhiyah2. Aqidah Ruhanniyah 3. Aqidah Nubuwwah4. Syahadat Sam’iyyahBagaimana Cara Menjaga Aqidah?1. Menambah Atau Memperdalam Selalu Mencari Ridha Allah3. Membiasakan Perbuatan Baik4. Biasakan Menghafal Dan Membaca Serta Mendengarkan Al-Qur’an5. Memajukan MasjidKategori Ilmu Berkaitan Agama IslamMateri Agama Islam Akidah atau Aqidah bahasa Arab العقيدة, translit. al-aqīdah adalah intisari atau pokok dalam agama Islam, yang mana intinya adalah menegaskan bahwa Allah satu-satunya tuhan dan satu-satunya yang berhak disembah atau diibadahi, menegaskan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah yang harus diteladani oleh seorang muslim, serta mengetahui, meyakini, dan mengamalkan rukun Islam dan rukun Iman. Istilah “Aqidah” atau sering dieja “akidah” berasal dari kata bahasa Arab al-aqdu الْعَقْدُ yang berarti “ikatan”, at-tautsiiqu التَّوْثِيْقُ yang berarti “kepercayaan atau keyakinan yang kuat”, al-ihkaamu اْلإِحْكَامُ yang artinya “mengokohkan” atau “menetapkan”, dan ar-rabthu biquw-wah الرَّبْطُ بِقُوَّةٍ yang berarti “mengikat dengan kuat”. Sebagian besar umat Islam tentu sudah tidak asing lagi dengan kata “Aqidah”. Karena Istilah ini selalu muncul dalam pelajaran agama Islam. Namun, tidak semua orang memahami dengan benar apa itu Aqidah dan fungsinya dalam kehidupan. Secara umum, pengertian aqidah adalah ikatan atau keyakinan yang kuat pada seseorang terhadap apa yang diyakininya. Dalam Islam, Aqidah mencakup iman kepada Allah SWT dan sifat-sifat-Nya. Secara bahasa, Aqidah dapat diartikan sebagai ikatan atau kepercayaan. Sedangkan dari segi aqidah adalah keyakinan yang kuat terhadap suatu zat tanpa ada keraguan sedikit pun. Secara garis besar Aqidah Islam mencakup semua rukun iman, yaitu iman kepada Allah, Malaikat, Kitab, Rasul, Hari Kiamat dan iman kepada Qada dan Qadar. Pada hakekatnya, pengertian Aqidah adalah suatu keyakinan tertentu tanpa ada keraguan sedikit pun. Oleh karena itu, berpegang pada Aqidah yang benar merupakan kewajiban bagi umat Islam. Jika bicara tentang agama aqidah Islam, maka pembahasannya sangatlah banyak, sehingga untuk mengetahuinya kita perlu membaca buku tentang aqidah. Buku dengan judul Ensiklopedia Aqidah Agama Islam sangatlah pas untuk seseorang yang ingin menggali lebih dalam tentang aqidah Islam. Terlebih lagi, buku ini sangat mudah dipahami, sehingga juga cocok bagi orang awam. Apa Sumber Aqidah Islam? Islam adalah agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW oleh allah swt. Jadi, dasar yang menjadi pedoman hidup umat Islam adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits yang juga dijadikan landasan Aqidah akhlak setiap muslim. Kedua landasan tersebut digunakan untuk mencapai kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu, sumber Aqidah Islam harus bersumber dari dalil naqli, yaitu Al-Qur’an dan Hadits serta dalil aqli atau akal dan akal. Dalil naqli dan dalil aqli digunakan secara bersama-sama dalam menentukan sumber Aqidah atau aturan dalam Islam. Artinya, ketika menetapkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai sumber Aqidah, ada dua hal yang harus diperhatikan dan dikaji secara seksama. Jadi, ketika ingin mempelajari atau mempraktikkan aqidah, maka harus bersumber dari Al-Quran dan juga Hadits. Ruang Lingkup Aqidah Lalu, apa yang dipelajari dalam Aqidah? Menurut para ulama, ada beberapa hal yang termasuk dalam ruang lingkup Aqidah sebagai berikut 1. Ilahiyat Ilahiyat yaitu pembahasan hal-hal yang berkaitan dengan urusan ketuhanan, khususnya membahas Allah SWT. 2. Nubuwwat Nubuwwat yaitu pembahasan hal-hal yang berkaitan dengan utusan Allah nabi dan rasul Allah. 3. Ruhaniyat Ruhaniyat yaitu pembahasan tentang hal-hal yang berkaitan dengan makhluk gaib. Misalnya malaikat, setan, dan jin. 4. Sam’iyyat Sam’iyyat yaitu pembahasan tentang hal-hal yang berkaitan dengan dunia gaib. Misalnya surga, neraka, kuburan, dan lain-lain. Nah, setelah mengetahui ruang lingkup aqidah, maka pada pembahasan selanjutnya, kita akan membahas tentang tujuan mempelajari aqidah. Jadi, tetap simak artikel ini sampai selesai, Grameds. Tujuan Mempelajari Aqidah pixabay Bagi umat Islam, mempelajari Aqidah adalah suatu kewajiban. Merujuk pada pengertian Aqidah, beberapa tujuan mempelajari Aqidah adalah sebagai berikut 1. Meningkatkan Ibadah Kepada Allah Swt Orang yang memahami Aqidah akan dengan mudah melepaskan ibadahnya semata-mata karena Allah SWT. Dari sini, mereka akan terus berusaha meningkatkan ibadahnya tanpa ada keraguan lagi. Jadi, jangan pernah ragu mempelajari Aqidah karena ibadah yang kita jalani membuat seseorang menjadi lebih dekat dengan Allah. 2. Menenangkan Jiwa Aqidah bertujuan untuk membuat hati menjadi lebih tenang karena dapat menerima segala sesuatu dengan ikhlas, baik takdir yang baik maupun yang buruk. Ini karena mereka percaya bahwa semua ini telah diatur oleh Tuhan. Mereka juga akan percaya bahwa rencana Tuhan jauh lebih indah sehingga tidak perlu khawatir dengan apa yang akan terjadi esok hari. 3. Meningkatkan Amal Baik Tujuan Aqidah yang sebenarnya adalah untuk menghindari perbuatan yang sesat. Oleh karena itu, orang yang memahami Aqidah dengan baik akan selalu berbuat baik dan menjauhi perbuatan buruk yang dilarang oleh Allah. Mereka akan selalu ingat bahwa setiap perbuatan dosa yang dilakukan akan mendapat pahala dan siksaan. 4. Menegakkan Agama Mereka yang mempelajari Aqidah tidak akan pernah ragu dalam berbuat kebaikan, terutama untuk menegakkan agamanya. Selain itu, mereka akan selalu berusaha memperkuat rukun agamanya, termasuk jihad. Pada dasarnya, Aqidah akan menyadarkan manusia bahwa yang perlu dikejar bukan hanya kebahagiaan di dunia tetapi juga di akhirat. Untuk mendalami atau mempelajari Aqidah Islam, maka kamu bisa membaca buku Buku Pintar Akidah Ahlussunnah Waljama’ah. Dalam buku ini, selain bisa membuat pembaca lebih mudah dalam memahami akidah, bisa juga membuat pembaca lebih mudah dalam mempraktikkan akidah dalam kehidupan sehari-hari. Keistimewaan Aqidah Seperti yang sudah dijelaskan di bagian awal kalau kita akan membahas tentang keistimewaan Aqidah. Aqidah Islam memiliki beberapa keistimewaan, antara lain 1. Sumber Gambar Murni Aqidah Islam memiliki landasan yang jelas dan murni, yaitu Al-Qur’an, As Sunnah dan ijma’ Salafush shalih. Jadi, Aqidah ini tidak mengganggu nafsu, akal atau asumsi manusia saja. 2. Aqidah Tentang Hal-Hal Ghaib Benda gaib adalah segala sesuatu yang tidak dapat dijangkau oleh indera manusia. Aqidah Islam sendiri berpijak pada penyerahan diri dan ketundukan terhadap segala hal yang tidak masuk akal. 3. Jelas, Mudah, Dan Terang Aqidah Islam memuat segala sesuatu dengan jelas tanpa ada penyimpangan di dalamnya. Selain itu, semua dalil dan maknanya juga sangat mudah untuk dipahami oleh semua orang. 4. Bebas Dari Paradoks, Ketidakjelasan Dan Kebingungan Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sumber utama Aqidah Islam sangat murni. Bahkan argumennya juga sangat jelas. Oleh karena itu, bebas dari unsur ketidakjelasan atau paradoks. Padahal, Aqidah Islam tidak mudah dimasuki kejahatan dari berbagai arah. Contoh Aqidah Islam Dalam menjalani kehidupannya sehari-hari, umat Islam harus selalu berpegang teguh pada Aqidah Islam. Adapun beberapa contoh Aqidah Islam adalah sebagai berikut Beriman kepada Alla Ta’ala dan sifat-sifat-Nya dengan menerima dan beriman sesuai dengan apa yang tertulis dalam Al-Quran dan As-Sunnah hadits. Menjalankan enam rukun iman dalam hidup sesuai dengan ajaran Islam dengan menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Saling menghargai dan menyayangi sesama anggota keluarga dan masyarakat sesuai ajaran Islam. Ingin melakukan beberapa kegiatan bersama sesuai ajaran Islam, misalnya; melaksanakan shalat berjamaah. Yang terakhir Tidak menerima fatwa, kecuali berdasarkan Al-Quran dan Sunnah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yang thabit teguh. Akidah akhlak merupakan hal yang perlu dipelajari sekaligus dipraktikkan oleh umat Islam. Tidak hanya itu, tetapi akidah akhlak sebaiknya diajarkan sejak anak-anak masih duduk di bangku sekolah. Nah, lewat buku Akidah Akhlak sangat pas untuk dijadikan referensi bagi anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah. Penyimpangan Aqidah Penyebab Penyimpangan dari Aqidah Shahihah, yaitu 1. Ketidaktahuan Akan Aqidah Shahihah Hal ini karena tidak mau mempelajari dan mengajarkannya, atau karena kurang memperhatikannya. Sehingga tumbuh generasi yang tidak mengenal aqidah yang shahih dan juga tidak mengenal lawan atau sebaliknya. Akibatnya, mereka percaya bahwa yang benar adalah yang salah dan yang salah dianggap benar. 2. Ghuluw Berlebihan Dalam mencintai para wali dan orang-orang saleh, serta mengangkat mereka di atas derajat yang seharusnya, sehingga mereka meyakini diri mereka sendiri terhadap sesuatu yang tidak dapat dilakukan kecuali oleh Allah, baik berupa mendatangkan manfaat maupun menolak mudharat. Hal itu juga menjadikan para wali sebagai perantara antara Allah dan makhluk-Nya, sehingga mereka mencapai tingkatan menyembah para wali dan tidak menyembah Allah. 3. Ghaflah Lalai Pada perenungan terhadap ayat-ayat Allah yang tersebar di alam semesta ini ayat-ayat kauniyah dan ayat-ayat Allah yang terkandung dalam kitab-Nya ayat-ayat Qura’niyah. Selain itu, mereka juga terbuai oleh hasil teknologi dan kebudayaan, hingga menganggap semua itu adalah hasil ciptaan manusianya, sehingga memuliakan manusia dan menganggap semua kemajuan itu berkat usaha dan penemuan manusia semata. Secara umum, rumah tangga saat ini tidak memiliki arah yang benar menurut Islam. 4. Keengganan Media Pendidikan Dan Media Informasi Dalam Menjalankan Tugasnya Sebagian besar kurikulum pendidikan kurang memperhatikan pendidikan agama Islam, bahkan ada yang tidak peduli sama sekali. Sementara itu, media informasi baik cetak maupun elektronik telah berubah menjadi sarana penghancur dan pemusnah, atau setidaknya hanya terfokus pada materi dan hiburan. Tidak memperhatikan hal-hal yang dapat meluruskan akhlak dan menanamkan aqidah serta menangkis aliran sesat. Macam-Macam Aqidah Untuk memahami lebih dalam tentang pengertian aqidah, Anda juga perlu menyimak penjelasan jenis-jenis aqidah berikut ini 1. Aqidah Uluhiyah Makna Aqidah Uluhiyah dapat dipahami sebagai keyakinan terhadap segala macam ibadah yang hanya dilakukan untuk Allah SWT. Hal ini dapat mencerminkan rukun iman yang pertama, yaitu iman kepada Allah SWT. 2. Aqidah Ruhanniyah Selanjutnya ada aqidah Ruhanniyah yang artinya percaya bahwa satu-satunya pencipta di dunia ini adalah Allah SWT. Muslim harus percaya bahwa seluruh alam semesta, malaikat, jin, setan dan roh adalah ciptaan Tuhan yang tunduk dan taat kepada-Nya. 3. Aqidah Nubuwwah Aqidah Nubuwwah adalah keyakinan yang berkaitan dengan para nabi dan rasul, termasuk kitab-kitab, mukjizat, dan karomah yang diturunkan kepada mereka. Nah, Aqidah ini menggambarkan rukun iman yang ketiga dan keempat, yaitu iman kepada Kitab dan Rasulullah. 4. Syahadat Sam’iyyah Selanjutnya ada aqidah sam’iyyah yaitu keyakinan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui melalui dalil Al-Qur’an dan Assunah. Ini mengacu pada akhirat, akhirat, siksa kubur, Hari Pengadilan, surga dan neraka. Aqidah ini merupakan perwujudan dari rukun iman kelima dan keenam, yaitu iman kepada hari akhir dan iman kepada Qada dan Qadar. Bagaimana Cara Menjaga Aqidah? Selain memahami makna Aqidah dan berbagai bentuknya, Anda juga perlu berusaha untuk menjaganya. Berikut ini penjelasan tentang cara menjaga Aqidah yang bisa Anda ikuti. 1. Menambah Atau Memperdalam Ilmu. Ilmu yang dimaksud dalam hal ini adalah ilmu tauhid aqidah secara keseluruhan. Jika anda telah menguasai ilmu Aqidah Islam dengan benar maka akan menjadikan anda pribadi yang jujur, disiplin dan santun. 2. Selalu Mencari Ridha Allah Jika ingin meraih ridha Allah dalam hidup, maka lakukanlah segala aktivitas yang sesuai dengan koridor yang telah ditetapkan oleh Allah yang telah dijelaskan dan dicontohkan oleh Nabi. Termasuk tuntunan yang tertuang dalam kitab suci Al-Quran. 3. Membiasakan Perbuatan Baik Setelah mendapatkan ilmu, aqidah yang telah dikuasai harus diwujudkan dalam bentuk tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Perbuatan ini biasa disebut dengan amal baik, baik berupa ibadah mahdhah maupun berupa ibadah ghairu mahdhah. 4. Biasakan Menghafal Dan Membaca Serta Mendengarkan Al-Qur’an Dzikir meliputi seluruh potensi hati manusia, sehingga disebut dengan ingatan lidah, ingatan hati, ingatan otak dan ingatan anggota badan. Oleh karena itu, daya ingat juga dapat mengolah potensi hati manusia. 5. Memajukan Masjid Umat Islam didorong untuk memakmurkan masjid karena merupakan lembaga pembinaan akhlak mulia pertama di zaman Nabi. Artinya, selain untuk beribadah, masjid juga dapat digunakan sebagai tempat untuk melaksanakan pendidikan. Demikian ulasan tentang pengertian aqidah hingga cara menjaga aqidah, semoga semua pembahasan di atas bermanfaat. Apabila Grameds tertarik membaca lebih lanjut mengenai lainnya, maka Grameds bisa mengulik lebih lanjut dengan mengunjungi web kami atau dengan membaca buku. Sebagai SahabatTanpaBatas, menyediakan berbagai buku berkualitas dan original untuk Grameds. Membaca banyak buku dan artikel tidak akan pernah merugikan kalian, karena Grameds akan mendapatkan informasi dan pengetahuan LebihDenganMembaca. Penulis Mochamad Aris Yusuf Sumber ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah." Custom log Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda Tersedia dalam platform Android dan IOS Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis Laporan statistik lengkap Aplikasi aman, praktis, dan efisien
Ayat Alquran Yang Menjelaskan Tentang Aqidah – Aqidah adalah fondasi agama dan kesadaran yang membantu kita untuk mengikuti agama yang benar. Dengan itu, Al Qur’an memuat ayat-ayat yang menjelaskan tentang aqidah yang benar. Dalam Al-Quran, Allah swt berkata “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, mereka akan mendapatkan syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar” QS. Al-Baqarah 25. Ayat ini menegaskan bahwa orang-orang yang beriman dan beramal saleh, mereka akan mendapatkan syurga yang abadi. Ini menegaskan bahwa yang terpenting adalah untuk percaya dan mengamalkan agama. Allah swt juga berfirman “Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya ia akan diberi jalan keluar dari setiap kesulitan, dan diberi rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka” QS. At-Talaq 2-3. Ayat ini menjelaskan bahwa orang yang takut kepada Allah akan diberi kesempatan untuk keluar dari kesulitan dan diberi rezeki yang tidak terduga. Ini menegaskan bahwa orang yang beriman akan mendapatkan segala yang terbaik dari Allah swt. Kemudian Allah swt berfirman “Sesungguhnya Allah akan menolong orang yang bertaqwa kepada-Nya. Sesungguhnya Allah selalu melakukan apa yang Dia kehendaki” QS. Al-Hajj 40. Ayat ini menegaskan bahwa Allah swt akan selalu menolong orang-orang yang bertaqwa kepada-Nya. Ini menegaskan bahwa Allah swt akan selalu berada di samping orang-orang yang beriman kepada-Nya. Ayat-ayat Al Quran tersebut menjelaskan bahwa aqidah adalah landasan bagi kita untuk menjalani kehidupan yang baik. Aqidah berfokus pada keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt. Aqidah juga menekankan pentingnya beramal saleh dan mendapatkan bantuan dan rejeki dari Allah swt. Dengan ayat-ayat Al Quran tersebut, kita dapat mengetahui bahwa aqidah adalah fondasi agama yang harus kita ikuti untuk hidup sebagai orang yang beriman. Daftar Isi 1 Penjelasan Lengkap Ayat Alquran Yang Menjelaskan Tentang – Aqidah adalah fondasi agama dan kesadaran yang membantu kita untuk mengikuti agama yang – Allah swt berkata dalam Al-Quran bahwa orang-orang yang beriman dan beramal saleh akan mendapatkan syurga yang – Allah swt juga berfirman bahwa orang yang takut kepada-Nya akan diberi kesempatan untuk keluar dari kesulitan dan diberi rezeki yang tidak – Allah swt akan selalu menolong orang-orang yang bertaqwa – Aqidah berfokus pada keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt, serta pentingnya beramal saleh dan mendapatkan bantuan dan rejeki dari Allah swt. Penjelasan Lengkap Ayat Alquran Yang Menjelaskan Tentang Aqidah – Aqidah adalah fondasi agama dan kesadaran yang membantu kita untuk mengikuti agama yang benar. Aqidah Iman adalah fondasi agama dan kesadaran yang membantu kita untuk mengikuti agama yang benar. Aqidah adalah suatu konsep yang berasal dari Al-Qur’an dan Sunnah untuk mengetahui cara untuk berserah kepada Allah swt dan mengikuti ajaran dan perintah-Nya. Aqidah adalah keyakinan yang dibangun oleh seorang muslim tentang Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Nabi-Nya dan hari akhir. Al-Qur’an adalah sumber utama ajaran Islam yang menjelaskan tentang aqidah. Di dalam Al-Qur’an, Allah swt mengajarkan kepada kita tentang iman, tauhid dan kewajiban kita untuk mempercayai dan menaati segala perintah-Nya. Di dalam Al-Qur’an Allah mengajarkan bahwa Allah satu-satunya Tuhan yang ada di segala tempat dan di segala zaman. Allah juga mengajarkan bahwa kita harus mengabdi kepada-Nya, mematuhi perintah-Nya, dan menghormati serta menghormati semua perintah-Nya. Pendidikan aqidah juga terutama ditekankan di dalam Al-Qur’an. Sebagai contoh, Allah menyebutkan di dalam surah Al-Baqarah ayat 256, “Tiada tuhan selain Allah”. Ini menegaskan tekad kita untuk mengabdi kepada Allah dan menolak setiap bentuk kepercayaan yang salah. Allah juga menyebutkan di dalam surah Ali Imran ayat 18 bahwa kita harus beriman dan bertakwa kepada Allah. Ayat-ayat lainnya dalam Al-Qur’an juga menjelaskan tentang aqidah. Allah menyebutkan di dalam surah Al-Hujurat ayat 13 bahwa setiap muslim harus saling menghormati dan menghargai satu sama lain. Allah juga menyebutkan di dalam surah An-Nisa ayat 135 bahwa kita harus menaati dan mematuhi perintah Allah dan Rasul-Nya. Selain Al-Qur’an, Sunnah Nabi Muhammad juga menjelaskan tentang aqidah. Di dalam Hadis, Nabi Muhammad menyebutkan bahwa kita harus membaca ayat-ayat Al-Qur’an, melaksanakan ibadah yang benar, dan mempercayai segala hal yang diajarkan di dalam Al-Qur’an. Nabi Muhammad juga menyebutkan bahwa kita harus mempercayai Allah dengan sepenuh iman dan menghormati serta menghormati semua perintah-Nya. Kesimpulannya, Aqidah adalah fondasi agama dan kesadaran yang membantu kita untuk mengikuti agama yang benar. Aqidah diajarkan di dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad. Aqidah menekankan bahwa kita harus mengabdi kepada Allah, mematuhi perintah-Nya dan menghormati serta menghormati semua perintah-Nya. Dengan mengikuti aqidah ini, kita dapat mencapai kesucian dan keselamatan di dunia dan di akhirat. – Allah swt berkata dalam Al-Quran bahwa orang-orang yang beriman dan beramal saleh akan mendapatkan syurga yang abadi. Aqidah adalah sebuah konsep yang digunakan untuk menggambarkan dan menjelaskan keyakinan dan keyakinan seseorang terhadap Tuhan, seperti yang diabadikan dalam Al-Quran. Aqidah mencakup berbagai aspek, termasuk keyakinan tentang Allah, kebenaran agama, dan keyakinan tentang akhirat. Aqidah juga mencakup keyakinan tentang kebajikan, keadilan, dan nikmat yang diberikan oleh Allah. Al-Quran menyebutkan bahwa Allah adalah Tuhan yang tunggal, yang memiliki kekuasaan atas semua makhluk dan berkuasa atas segala sesuatu. Ia juga menegaskan bahwa setiap orang harus beriman dan bertakwa kepada Allah, mematuhi perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya. Al-Quran juga mengajarkan kepada umat manusia tentang akhirat, di mana setiap orang akan diuji berdasarkan amalannya di dunia. Al-Quran mengatakan bahwa orang-orang yang beriman dan beramal saleh akan mendapatkan syurga yang abadi. Syurga adalah tempat dimana orang-orang yang beriman dan beramal saleh akan diberkati dengan nikmat dan kebahagiaan yang tidak terbatas. Selain itu, Al-Quran juga berbicara tentang neraka. Al-Quran menjelaskan bahwa neraka adalah tempat bagi orang-orang yang tidak beriman dan beramal buruk. Orang-orang yang tidak beriman dan beramal buruk akan mendapatkan siksa yang tidak terhingga dan penyesalan yang tidak terhingga. Al-Quran juga mengajarkan kepada manusia tentang hari kiamat. Kiamat adalah hari di mana semua makhluk akan menghadap Allah, dan setiap orang akan didiskualifikasi berdasarkan amalannya. Orang-orang yang beriman dan beramal saleh akan diberkati dengan syurga yang abadi, sedangkan orang-orang yang tidak beriman dan beramal buruk akan mendapatkan azab di neraka. Aqidah adalah konsep yang menjelaskan keyakinan dan keyakinan seseorang terhadap Tuhan. Aqidah ini diabadikan dalam Al-Quran, di mana Allah berfirman bahwa orang-orang yang beriman dan beramal saleh akan mendapatkan syurga yang abadi. Aqidah juga menjelaskan tentang neraka, di mana orang-orang yang tidak beriman dan beramal buruk akan mendapatkan siksa yang tidak terhingga dan penyesalan yang tidak terhingga. Selain itu, Al-Quran juga mengajarkan tentang hari kiamat, di mana setiap orang akan didiskualifikasi berdasarkan amalannya. – Allah swt juga berfirman bahwa orang yang takut kepada-Nya akan diberi kesempatan untuk keluar dari kesulitan dan diberi rezeki yang tidak terduga. Aqidah adalah pandangan atau keyakinan yang seseorang miliki tentang Allah, Nabi, Kitab Suci, dan lainnya. Ayat Alquran telah menjelaskan tentang aqidah dan mengajarkan kita untuk beriman kepada Allah dan mengikuti petunjuk-Nya. Salah satu ayat Alquran yang menjelaskan tentang aqidah adalah ayat yang berbunyi “Barangsiapa yang takut kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” QS. At Thalaaq 2-3. Ayat ini menunjukkan bahwa orang yang takut kepada Allah akan mendapatkan perlindungan dan berkah dari Allah. Ayat ini mengingatkan kita bahwa kita harus tunduk kepada Allah dan takut akan murka-Nya. Sebagai orang yang beriman kepada Allah, kita harus taat kepada perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Jika kita mengikuti petunjuk-Nya, kita akan mendapatkan berkah dan limpahan rahmat dari Allah. Ayat ini juga menyatakan bahwa orang yang takut kepada Allah akan diberi kesempatan untuk keluar dari kesulitan. Allah akan membuka jalan bagi orang yang takut kepada-Nya untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Allah pun akan memberikan rezeki yang tidak terduga. Hal ini menunjukkan bahwa jika kita takut kepada Allah dan beriman kepada-Nya, maka Allah akan memberi kita rezeki yang tidak terduga. Ayat Alquran ini juga mengingatkan kita bahwa Allah akan memberi balasan kepada mereka yang takut kepada-Nya. Allah akan memberi ganjaran yang baik kepada mereka yang taat kepada-Nya dan memberikan hukuman kepada mereka yang ingkar. Oleh karena itu, kita harus selalu takut kepada Allah dan menaati perintah-Nya. Dengan demikian, ayat Alquran yang menjelaskan tentang aqidah memberikan kita pelajaran penting tentang bagaimana kita harus beriman kepada Allah dan menaati perintah-Nya. Ayat ini mengingatkan kita bahwa orang yang takut kepada Allah akan mendapatkan perlindungan dari Allah dan diberi rezeki yang tak terduga. Oleh karena itu, kita harus terus takut kepada Allah dan selalu menaati perintah-Nya. – Allah swt akan selalu menolong orang-orang yang bertaqwa kepada-Nya. Aqidah adalah pengertian atau percaya tentang Allah swt, hal-hal yang berhubungan dengan Allah swt, dan hal-hal yang berhubungan dengan agama. Sebagai muslim, kita harus memiliki aqidah yang kuat dan kokoh tentang Allah swt dan agama Islam. Ayat Alquran yang menjelaskan tentang aqidah adalah sebagai berikut Pertama, Allah swt berfirman dalam Alquran surah Al-Baqarah ayat 256 “Hai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan percayalah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah akan memberi kepadamu dua kali lipat pahala dari apa yang telah kamu usahakan dan Dia akan memberi kepadamu sebaik-baik perlindungan dari dosa yang kamu lakukan. Dan Allah Maha Pemberi rezeki lagi Maha Pengetahuan.” Ayat ini menunjukkan bahwa Allah swt akan selalu menolong orang-orang yang bertaqwa kepada-Nya. Orang-orang yang takut kepada Allah dan percaya kepada Rasul-Nya akan diberi dua kali lipat pahala dari apa yang telah mereka usahakan. Selain itu, Allah juga akan memberi perlindungan kepada mereka dari dosa-dosa yang mungkin mereka lakukan. Kedua, Allah swt berfirman dalam Alquran surah Al-Maidah ayat 54 “Hai orang-orang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintainya dan mereka mencintai-Nya, yang bersikap lemah-lembut terhadap orang-orang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan-Nya, dan yang tidak takut kepada celaan orang-orang yang menentang-Nya.” Ayat ini menunjukkan bahwa Allah swt akan selalu menolong orang-orang yang bertaqwa kepada-Nya. Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah cintai dan mereka mencintai-Nya. Kaum ini akan bersikap lemah-lembut terhadap orang-orang mukmin, bersikap keras terhadap orang-orang kafir, berjihad di jalan-Nya, dan tidak takut kepada celaan orang-orang yang menentang-Nya. Ketiga, Allah swt berfirman dalam Alquran surah Al-Ankabut ayat 45 “Dan jadikanlah hatimu tunduk kepada Allah, dan jauhkanlah diri dari keinginan hawa nafsu; karena sesungguhnya yang demikian itu adalah sesuatu yang tercela.” Ayat ini menunjukkan bahwa Allah swt akan selalu menolong orang-orang yang bertaqwa kepada-Nya. Kita harus memiliki hati yang tunduk kepada Allah dan jauhkan diri dari keinginan hawa nafsu. Kita harus menjauhkan diri dari hal-hal yang tercela dan mengikuti ajaran-ajaran Alquran. Keempat, Allah swt berfirman dalam Alquran surah Al-Mukminun ayat 60 “Dan orang-orang yang bertakwa akan mendapatkan rahmat dan kebajikan dari Tuhannya.” Ayat ini menunjukkan bahwa Allah swt akan selalu menolong orang-orang yang bertaqwa kepada-Nya. Orang-orang yang takut kepada Allah akan mendapat rahmat dan kebajikan dari Tuhannya. Hal ini menunjukkan bahwa jika kita bertaqwa kepada Allah, maka Allah pun akan menolong dan melindungi kita. Kelima, Allah swt berfirman dalam Alquran surah At-Taubah ayat 71 “Keluarlah kamu untuk berjihad di jalan Allah, maka sesungguhnya Allah akan mengganti kamu dengan orang-orang yang lain, dan Allah Maha Kuasa akan menguji kamu dengan bala yang lain, dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Ayat ini menunjukkan bahwa Allah swt akan selalu menolong orang-orang yang bertaqwa kepada-Nya. Allah akan mengganti orang-orang yang keluar untuk berjihad di jalan Allah dengan orang-orang yang lain. Allah juga akan menguji kita dengan bala yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa jika kita bertaqwa kepada Allah, maka Allah akan selalu menolong dan melindungi kita. Dari ayat-ayat Alquran di atas dapat disimpulkan bahwa Allah swt akan selalu menolong orang-orang yang bertaqwa kepada-Nya. Allah akan memberi dua kali lipat pahala, memberi perlindungan terhadap dosa, mengganti orang-orang yang keluar untuk berjihad, dan menguji kita dengan bala yang lain. Oleh karena itu, kita sebagai umat Islam harus selalu bertaqwa kepada Allah dan berpegang teguh pada aqidah yang benar agar kita dapat merasakan nikmatnya berkat dan perlindungan-Nya. – Aqidah berfokus pada keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt, serta pentingnya beramal saleh dan mendapatkan bantuan dan rejeki dari Allah swt. Aqidah dalam islam adalah sebuah kesetiaan dan kepercayaan kepada Allah Swt. Aqidah lebih dari sekedar iman, ia juga melibatkan keyakinan dan ketaqwaan yang kuat kepada Allah Swt. Aqidah juga mengacu pada ajaran-ajaran agama yang relevan, seperti Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Aqidah juga mencakup keyakinan yang mendalam tentang tujuan hidup manusia dan peran Allah Swt dalam kehidupan manusia. Al-Quran, kata suci Allah Swt, menjelaskan bahwa aqidah adalah tentang meyakini dan menaati Allah Swt. Di dalam Al-Quran, Allah Swt menegaskan bahwa aqidah adalah tentang mengikuti petunjuk-Nya dan mengikuti hukum-hukum-Nya. Allah Swt juga menegaskan bahwa orang yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya, akan mendapatkan pahala dan berkat-Nya. Allah Swt berfirman, “Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dari kesulitan, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak diduga-duga. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah telah menetapkan bagi tiap-tiap sesuatu qadar takdir.” QS At-Thalaq 2-3. Selain itu, Al-Quran juga menekankan pentingnya amal saleh bagi orang yang beriman. Allah Swt berfirman, “Perbuatan yang baik adalah sebagian dari takwa, dan ingatlah bahwa Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” QS Al-Baqarah 110. Al-Quran juga menekankan pentingnya mendapatkan bantuan dan rezeki dari Allah Swt. Allah Swt berfirman, “Dan ingatlah bahwasanya sesungguhnya Allah Maha Kaya tidak memerlukan sesuatu dan Maha Terpuji, dan bahwasanya Allah tidak akan mengubah nikmat yang dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, sebelum kaum itu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri. Dan ingatlah bahwasanya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” QS Ar-Rum 30. Aqidah yang dimaksud dalam Al-Quran adalah aqidah yang berfokus pada keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt, serta pentingnya beramal saleh dan mendapatkan bantuan dan rezeki dari Allah Swt. Dengan memahami ajaran-ajaran Al-Quran, orang yang beriman akan menjadi sosok yang taat dan takwa kepada Allah Swt. Aqidah adalah fondasi agama Islam dan merupakan dasar pengembangan iman yang sehat.
– Setiap umat muslim harus memiliki aqidah yang benar. Dalil tentang aqidah menjadi pedoman kebenaran bagi kita. Satu bentuk aqidah pokok yang tercantum dalam dalil adalah rukun iman. Mempercayai Allah SWT, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, serta qada dan qadar. Selain itu, ada banyak dalil tentang aqidah yang menunjukkan keesaan sekaligus kekuasaan bahwa Allah yang Menciptakan Manusia“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka, Siapakah yang menciptakan mereka? niscaya mereka menjawab Allah. Maka bagaimana mereka dapat dipalingkan dari menyembah Allah”. Zukhruf 87.Dalil bahwa Allah yang Menciptakan Langit dan Bumi“Sesungguhnya Tuhan kalian, yaitu Allah, Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam 6 hari, kemudian Dia beristiwa di atas Arsy.” A’raf 54.“Sungguh Aku telah menciptakan langit dan bumi serta segala yang ada diantara keduanya dalam 6 hari, dan Aku tidak merasa lelah.” 38.“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas `Arsy untuk mengatur segala urusan. Tiada seorangpun yang akan memberi syafa`at kecuali sesudah ada izin-Nya. Dzat yang demikian itulah Allah, Tuhan kamu, maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran?” 3.Dalil bahwa Allah yang Menguasai Langit dan Bumi“Rabb yang menguasai langit dan bumi dan segala sesuatu yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia yang patut disembah?” 65.“Katakanlah, Siapakah yang mempunyai tujuh langit dan mempunyai Arsy yang besar? Mereka akan menjawab, Kepunyaan Allah. Katakanlah, Mengapa kamu tidak bertaqwa?” Mu’minun 86-87.Dalil bahwa Allah yang Mengutus Rasulullah“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah As Sunnah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata” Jumu’ah 2.“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul kepada tiap-tiap umat untuk menyerukan, Sembahlah Allah saja, dan jauhilah Thagut, lalu diantara umat-umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula orang-orang yang telah dipastikan sesat. Oleh karena itu, berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan para rasul” Nahl 36.Dalil bahwa Allah yang Memberi Rizki“Semua yang ada di langit di bumi selalu meminta kepada-Nya, setiap hari Dia memenuhi semua kebutuhan makhluk-Nya” Rahman 29.Dalil bahwa Hanya Allah yang Berhak Diibadahi“Allah menyatakan bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar selain Dia, Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu juga menyatakan demikian. Tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar selain-Nya, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Imran 18.“Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” Taubah 31.Dalil bahwa Hanya Allah Pemilik Asmaul Husna“Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam menyebut nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” A’raf 180.Dalil tentang Perintah Beramal Sholeh karena Allah“Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya hendaklah dia beramal shalih dan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya dalam beribadah kepada-Nya.” Kahfi 110Malaikat Jibril Mengajarkan Aqidah Islam pada merangkum, dari Umar dia berkata “Ketika kami duduk-duduk di sisi Rasulullah, suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki mengenakan baju sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorang pun di antara kami yang kemudian dia duduk di hadapan Nabi, lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lututnya Rasulullah seraya berkata, Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam?’, maka bersabdalah Rasulullah, Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada illah Tuhan yang disembah selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu’.Kemudian lelaki itu berkata, Anda benar’. Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkan. Dia bertanya lagi, Beritahukan aku tentang Iman’. Lalu Rasulullah bersabda, Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk’. Kemudian dia berkata, Anda benar’.Kemudian dia berkata lagi, Beritahukan aku tentang ihsan’. Lalu Rasulullah bersabda, “Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau’.Kemudian dia berkata, Beritahukan aku tentang hari kiamat kapan kejadiannya’. Beliau bersabda, Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya’. Dia berkata, Beritahukan aku tentang tanda-tandanya’. Rasulullah bersabda, Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, kemudian berlomba-lomba meninggikan bangunannya’.Kemudian orang itu berlalu, dan aku berdiam sebentar. Lalu Rasulullah bertanya, Tahukah engkau siapa yang bertanya?’. Aku berkata, Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui’. Rasulullah bersabda, Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian bermaksud mengajarkan agama kalian’. Tentang Rukun IslamDari Abu Abdurrahman, Abdullah bin Umar bin Al-Khattab dia berkata Saya mendengar Rasulullah bersabda, Islam dibangun di atas lima perkara. Bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah selain Allah dan bahwa Nabi Muhammad utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan haji dan puasa Ramadhan’. dan Muslim. Dalil tentang aqidah ini menjadi pedoman mendasar bagi setiap muslim.
jelaskan pesan yang terkandung pada ayat yang menjelaskan aqidah